GORESAN TINTAKU
“Siapa
Dirimu” sepucuk tulisan tak bertuan yang kutemukan didepan pintu rumah. Aku
terus berpikir siapa yang mengirimnya, karena setiap pagi tulisan misterius itu
selalu tergeletak sedirian didepan pintu rumahku.
“Syita……
kok masih diluar nak..!!!” tegur ibu pelan, selepas kumerenung setelah tulisan
misterius hadir menggoda malamku kembali.
Angka 23.00 cukup membuat mataku mengantuk, sebelum
tertidur aku mempersiapkan diri untuk berhias sebelum tidur, biasa cewek
perawatan intensif hehehe,
“Ma…
aku berangkat dulu” teriakku dari pintu luar karena ayam subuhpun sepertinya
lupa membangunkanku, maklum saja ditelingaku ada handseth dengan lagu (sakitnya
tuch disini didalam hatiku)
“Syita….
Gak sarapan dulu nak…!”
“Ya
sudah ma…!!!” teriakku dari atas motor Mio soul, hatiku menggertak waktu (Payah
aku telat masuk kerja lagi, bisa dipecat nich), aku panik sudah sangat
sering aku kesiangan masuk kerja, aku bekerja disalah satu media penerbitan dan
mediat cetak.
Sepertinya masih ada waktu untuk membuat alasan,
namun suaranya membuatku terus melangkah masuk kekantor redaktur umum,
ya….tanpa ada kata yang keluar dari mulut pimpinan tiba-tiba ada surat
keputusan yang membuatku kembali lagi kerumah. Aku dipecat “AAAAA aku memang
bersalah, aku terlalu lalai, aku juga kurang bisa mengatur waktu-waktuku” jerit
bathinku menyesal.
“Siapa
Dirimu” lagi-lagi tulisan tak bertuan itu ada didepan pintu, ingin saja aku
mengabaikannya tapi tak bisa ketika membacanya saja pasti ada indikasi untuk
merenungkannya, aku sadar aku adalah orang yang lalai.
Huff….. tiga hari tak keluar rumah rasanya penat, dan
begitu sumpek, aku beralih arus, aku sekarang bekerja diroti bekrey milik
bibiku, alhasil akupun menjadi sedikit
konsisten dan aktif bekerja.
Belum
genap satu bulan aku bekerja rasanya sudah begitu jenuh, sepertinya terlalu
capek seharian hanya berbaur dengan tepung, mentega, telur dan manisan lainnya
seperti coklat, strowberi. Aku jadi jarang dan masuk kerja bolong-bolong.
Seringkali aku mendapat teguran dari bibi, waktu pas
hari pertama gajian rasanya senang banget, ada uang dikepalaku berputar-putar
rasanya.
“Syita…..”
aku dipanggil untuk menerima gaji pertamaku,
“Alhamdulillah”
aplop pertama isinya lumayan 900.000 an. Kemudian aku membuka amplop kedua ya
payah untuk kedua kalinya aku dipecat. Sedih ada tapi menyesal tidaklah, karena
aku memang kurang cocok untuk bekerja sebagai tukang roti. Hehehe.
Dengan pandangan lesu aku kembali kerumah “Siapakah
dirimu” tulisan itu kembali menggoda didepan pintu, aku renungi sejenak
sebelum aku mengabaikannya, “Aku adalah orang yang selalu gagal” besit
bathinku kembali. Aku semakin penasaran, siapa yang menulis ini semua,
pikiranku semakin geram, tentang asal dari tulisan yang selalu hadir setiap
hari didepan pintu.
“Siapa
Dirimu” dipagi-pagi sekali tulisan itu hadir
dipintu depan rumahku, seperti biasa aku berpikir dan mengahayatinya, aku
semakin penasaran siapa sebenarnya yang menulis tulisan pendek yang aku selalu
menghayatinya setiap kali aku membacanya.
“Huf…
kenapa aku harus resah dengan tulisan itu, kenapa juga aku harus memikirkannya,
biarlah dia terus menghantui, lagian apa pengaruhnya untukku” Geram
bathinku memuncak.
“Siapa Dirimu” lagi-lagi
dia datang tak diundang, tapi aku berhasil mengabaikannya, aku merasa tak
perduli dengan tulisan yang taka da tuannya itu, aku juga tidak tahu dari
tangan yang mana dia keluar, kenapa tulisan itu begitu mistery, tidak ada waktu
lagi untuk merenunginya sedangkan mamaku sekarang lagi sakit keras, apa lagi
aku adalah wanita yang malas sudah dua kali aku dipecat kerja, sedangkan ayahku
adalah orang yang keras, otoriter, bahkan ambisinya untuk membuatku sukses
sungguh luar biasa, seringkali ayah membelikan aku buku-buku cerita seperti
novel dan cerpen-cerpen fiksi lainnya. Tapi sayang, sekarang ayah tidak pernah
ada dirumah sepertinya dia menghilang dan kecewa karena aku tidak mau untuk
melanjutkan kuliah karena aku begitu menghawatirkan mama yang sakit-sakitan.
Sejak ayah menghilang perekonomian kami merosot,
sumber penghasilan yang sebelumnya sudah ada jatah dari ayah sekarang entah
hilang kemana, apalagi kondisi mama yang tambah hari makin parah saja,
membuatku harus bekerja ekstra tapi siapa yang mau menerima si pemalas bekerja,
sedangkan rekornya sangat buruk dengan dua bulan bekerja dua kali pula dipecat
dari dua perusahaan,
Mama
juga tak kunjung sembuh, berobatpun hampir kami tak mampu, namun melihat
kondisi mama yang kian parah membuatku terpaksa untuk membawanya kerumah sakit.
RSUD Syarifah Ambani Bangkalan, kondisi mama semakin tak memungkinkan, mama pun
koma entah penyakit apa yang sedang menteror mamaku, sepertinya dokter
merahasiakan hal ini.
Aku begitu pusing, pikiranku sibuk dan membingungkan,
aku terpaksa untuk pulang sejenak tapi “Siapa Dirimu” tulisan itu
kembali menggoda, aku hapus tulisan itu dengan marah dan kesal, darahku naik
pitam, emosiku sudah tingkat dewa, aku jadi ingat sama ayah. “kemana dia sekarang..?”
“Ayah
jahat, ayah tidak bertanggung jawab, kenapa ayah tega meninggalkan kami, kenapa
ayah menghilang, aku berjanji tidak akan malas lagi, aku akan bangkit dan tidak
akan mengecewakan ayah lagi, ku mohon ayah kembali” jerit bathin dalam bingkai doa Asharku.
“Ctarrrr”
ada benda kecil yang jatuh dari rak bukuku, aku ambil benda kecil itu dan
kuperhatikan aku sedikit lebih paham tentang benda kecil yang lama sekali tak
pernah kusentuh “PENA” aku jadi teringat semasa sekolah dulu, dengan pena ini
aku bisa menjuarai lomba menulis sekabupaten.
Aku
kembali ke rumah sakit untuk menemani mama, akupun terus berdo’a demi kesembuhan mama, aku hanya bisa pasrahkan
ini semua pada tuhan.
Aku hanya bisa bercerita lewat pena yang aku bawa,
aku terus menulis dan menulis, aku yang hobbinya membaca novel akhirnya membuat
cerita pendek, dan terus menulisnya hingga aku lupa, entah berapa cerpen yang
sudah aku tulis. Aku terus terinspirasi karena ada ketenangan tersendiri ketika
aku menulis sesuatu, dengan menulis aku tidak sepanik sebelumnya, meskipun
kondisi mama tidak ada perubahan.
Hampir satu bulan dirumah sakit, rasanya
menghawatirkan “Ya..tuhan biayanya aku dapat dari mana…?” ucap bathinku
merintih, aku hanya pasrahkan sepenuhnya pada Allah SWT. Apapun garis-Mu itulah
yang terbaik.
Hawatir tulisanku ini tidak bermanfaat bagi orang
lain, akhirnya aku buatkan halaman khusus cerpen di Facebook dan blogspotku, Al-hamdulillah
ide ini aku terinspirasi dari penulis best seller cerpen “MENCARI TUHAN DALAM
CINTA” yaitu Al-makki yang sedang marak difacebook. Cerpen yang pernah dibedah
oleh STAI Arrohmaniyah sampang ini akhirnya mencapai 17.000 lebih likers
difacebook dan meraih beberapa penghargaan, dan sekarang Al-Makki lebih dikenal
dengan Tinta Emas Madura. Aku semakin ingin mencapai lebih baik dari Tinta Emas Madura itu.
Kondisi mama makin parah, aku juga makin hawatir, aku
begitu sedih, betapa menyesalnya aku menjadi wanita pemalas yang menyusahkan
orang tua, aku terus merenung pukul 01.30 Wib, suasana di nihari memang sedikit
tenang dan sayu, dengan malam yang mulai mengunggu kehadiran fajar, disitu aku
terus mengangkat tanganku berdo’a demi kesembuhan mama, aku mencoba memiscaall
tuhan diseprtiga malam-Nya, air mataku pecah dan berserbakan dikertas cerpenku
yang hampir selesai. Aku tegarkan hatiku untuk memasrahkan keadaan ini kepada
tuhan disepertiga malam-Nya.
Aku
melanjutkan cerpenku hingga subuh tiba, aku bercerita pada tuhan tentang
konflik seorang pemuda dan 3 orang wanita yang begitu mencintai tuhannya,
sehingga wanita itu meninggal dunia, sekaligus menjadi tanda bukti kalau tuhan
mencintai pemuda itu sehingga tuhan mengambil nyawa 3 wanita itu agar pemuda sholeh
itu lebih panjang menyebut nama tuhan-Nya.
“Bismillahirohman”
aku mengunggah cerpen itu dihalaman
Facebookku, lega rasanya curhatan untuk tuhan telah tersampaikan, puas dan
ingin terus menulis dan menulis.
Sepertinya aku kecapean aku baru tersadar dari tidurku 08.00 Wib. Aku terkejut ketika mamaku
sadar dari koma panjangnya. Aku riang sekali tanpa terasa air mataku tumpah
melewati ruas pipi lesungku. Mama begitu cantik, dan Nampak begitu pucat, aku
begitu menyayanginya.
“Mama.
…Syita janji tidak akan malas lagi, syita akan bangkit dan menjadi syita yang
rajin” sesalku dipangkuan mama.
Kondisi mama berangsur baik, semuanya hampir bejalan
normal. Menurut informasi mama sudah bisa pulang lusa, betapa bahagianya aku
karena sebentar lagi aku sudah bisa bersama mama lagi dirumah.
Aku masih sibuk memikirkan adsministrasi pembayaran
dirumah sakit. “Ya Allah dapat uang dari mana aku untuk membiayai mamaku”
besitku bingung karena mungkin biayanya lebih dari dua puluh jutaan, dengan
langkah lunglai dan ucapan Bismillah aku keruang adsministrasi.
“Adik
tidak usah menangis, karena semua pembiayaan atas nama Ibu Rusmini sudah ada
yang menanggung sejak Ibu Rusmini pertama kali dirawat”
Hatiku terhenyak kaget “Siapa” Bathinku bingung.
Dengan
ucapan syukur aku kembali untuk menemui mama, alangkah kagetnya ternyata
dipelukan mama ada ayah.
“Ayah” akupun berlari
memeluknya pula, pada waktu itu RSUD Syamrabu bagaikan surga hidupku, air
mataku berlinang bening dan jatuh perlahan dari dagu panjangku.
“Assalamualaikum…”
kita kaget dalam keheningan, akupun menoleh dan membuka pintu dari asal suaara
salam itu.
“Waalaikum
salam” jawabku, aku begitu kaget setelah aku membukakan pintu, ternyata Pak
Zain, dia adalah bosku ketika aku bekerja dimedia cetak dan penerbitan dibeberapa
bulan yang lalu.
Pak Zain sedikit bercerita tentang beberapa cerpenku
dihalaman facebookku, menurut Pak Zain cerpen-cerpenku banyak yang nge-like
hingga ribuan likers facebook. Apalagi cerpen terahirku yang aku tulis
menjelang subuh dengan judul “KETIKA TUHAN CEMBURU” itu menembus 20.000 likers
facebook, aku terkejut ketika melihatnya langsung difacebookku ternyata banyak
yang meminta untuk dicetak dan dibukukan. Aku begitu senang impianku
sebagiannya sudah tercapai yaitu ingin seperti Almakki yang cerpennya banyak
diminati dan menjadi inspirasi bagi yang membacanya.
Pak Zain meminta izin kepadaku untuk menerbitkan
semua cerpen-cerpenku, akupun langsung setuju, akupun mengusulkan kepada pak Zain
untuk judul covernya yaitu KETIKA TUHAN CEMBURU, ternyata aku bisa.
Kesepakatan sudah aku tanda tangani, 50% dari hasil
penjualan akan kembali kepenulis. Aku mama dan ayah sudah sampai didepan rumah,
akupun berlari riang dan bahagia, karena keluargaku kembali normal seperti
semula, aku dan ayah mencoba memapah mamaku, karena kondisi lemah.
“Siapa
Dirimu” Lagi-lagi tulisan itu menunggu didepan pintu, mama dan ayah tersenyum,
keningku mengerut tajam memandang tulisan kecil itu, akupun menghampiri tulisan
itu, kemudian aku tulis juga dibawah tulisan itu sebuah kata sebagai jawabannya
“AKULAH SIPENULIS by: Zahrotus Syita” ya
ini jawabanku.
Aku
baru mengerti, maksud dari tulisan itu, sebuah pertanyaan kecil dengan jawaban
yang besar. Siapapun engkau…. Aku adalah Si Penulis.
(kang
aaf @r)
0 Celoteh Mereka:
Posting Komentar