Ibu….ibu…. aku terkejut
usai mimpiku yang berlalu, aku begitu rindu akan ibu tapi kemana ibuku, sejak
sajakku hilanh aku mengerti aku hanya sendiri, ku tatap percikan air wudlu’
yang belum terusap itu, kemudian ku usap hingga aku hampir menyentuh kaca, kaca
itu seakan bergetar hening namun getaran itu hanyalah air bening dari kedua mata sayupku yang Nampak dari
sebuah kaca.
“ sudahlah nis berhenti menangis
biar kakak besok cari mama, tapi kamu
harus jaga papa ya…?” , kata mbak farah menenangkan fikiranku, dalam
dekapan papa yang sedang sakit-sakitan.
Gerimis memang mengerutu
ego mbak farah, sedikit lagi cuaca
berubah terik atau juga hujan, ya aku hanya mampu berdo’a dari samping papa,
waktu seakan berjalan lebih cepat hingga cahaya sore hampir menguasi langit, mbak farah pun masih belum bisa menemukan
mama yang pergi beberapa waktu lalu, mama pergi karena kondisi papa yang tak
kunjung sembuh, memang papa sakitnya begitu lama hingga dokter saja tidak bisa
menjamin kapan papa akan sembuh, mama merasa putus asa dengan keadaan ini,
sedangkan keadaan ekonomi merosot begitu jauh hingga nyaris papa tak mampu
berobat lagi, tapi mbak farah hadir sebagai pahlawan, dengan berbekal ijazah S1
dari prodi jurnalistik mbak farah bisa bekerja dibeberapa media ternama di
Jakarta salah satunya adalah majalah Al
Hayat yang mengupas tajam kehidupan masa kini dalam pandangan syariat,
keseharian bak farah sekarang mulai sibuk dengan mencari mama, pencariannya
dimulai dari surat kabar, televisi, bahkan dengan membuat poster dengan tulisan
“ Orang hilang “ sebenarnya kata-kata itu begitu pahit di telinga sebab mama
bukannya hilang tapi pergi, tapi mungkin dengan cara ini respon dari pembac
akan lebih peduli lagi.
Beberapa hari bahkan
beberapa minggu usaha mbak farah masih belum
ada tanda-tanda kehadiran mama, perasaan sedihku semakin membengkak
hingga Nampak kepermukaan mataku yang kemudian embun kecil itu mengalir di
kedua lesung pipiku dan jatuh pas di pipi papaku hingga membuat papaku terbangun,
“ kenapa menagis nis…?, kamu rindu mama ya…?, andai saja papa bisa
berjalan biar papa yang cari
mamamu, kamu yang sabar ya..? kamu harus
kuat ya…?, sebab wajar sekali bila mamamu pergi, papa terlalu banyak
menyusahkan mamamu, mamamu hanya butuh kasing sayang dari seorang suami, tapi
hingga dia pergi dia belum pernah mendapatkan kasih sayang dari papamu yang
lumpuh ini, papa sadar, papa tidak akan marah sama mama kamu bila nanti mamamu
tak mau kembali kepangkuan papa, bahkan papa berhutang budi sama mama kamu, dan papa sudah ikhlas dengan takdir papa, jadi papa harap kamu yang
kuat ya…? Ini hanya ujian dari tuhan, bila papa pergi nanti ku harap anisa
mampu untuk memberi tahu mama kalau papa masih sayang sama mamamu, tolong juga sampaikan rasa terima kasih papa
kepada mama kamu, jadi kamu yang tabah ya…?”
“ papa gak boleh berkata seperti itu, papa harus kuat dan cepat sembuh
biar aku papa dan mbak farah yang mencari mama sama-sama serta mengajak mama
untuk pulang dan berkumpull lagi di rumah ini, jadi papa yang kuat ya…?”
gemuruh batinku menghibur papa walau sebenarnya ada rasa sedih yang mendalam
dari kata-kata papa barusan.
Cuaca sepertinya mulai
stabil namun kondisi papa belum ada aba-aba yang mendekati perkembangan baik
dari kondisinya. Aku tak pernah abaiakan
do’a untuk kedua orang tuaku selepas solat lima waktuku, aku hanya bisa
menangis dan selalu berpangku pada hasil kerja mbak farah untuk kepentingan
sehari-hari, aku selalu support papa agar bisa bangkit dari sakitnya, aku juga
ajak papa untuk tersenyum untuk mengurangi rasa sakitnya serta untuk
menganalisir rasa jenuh yang di sebabkan lumpuh yang begitu berkepanjangan, aku
ajak juga papa untuk selalu bisa bersyukur dari apa yang papa rasakan selama
ini’
“ Tuhan aku paham
segala takdir engkau yang menyetuhnya
Terik, gerimis,
bahkan tetesan embun selalu seirama
Hidupku terlalu
panjang untuk takdir Mu
Begitu banyak air
mata yang terbuang sia-sia
Tuhan….bisakah
engkau menghapus air mataku dengan senyum
Lalu kenapa engkau
tak menyapu air mataku
Bisakah engkau
adakan aku di tidur dan bangun seirama
Lalu kenapa kamu
menidurkan harapan panjangku
Ku akui aku bukan
yang sabar dalam kecilnya takdir Mu
Tapi hingga kapan
ini tidak bisa terlepas
Tuhan…semuanya
begitu kecil dan pendek bagi Mu
Namun bagiku
terasa begitu lama dan panjang
Aku tidak pernah
berharap lebih kepada selain Mu
Bahkan aku
kerutkan keningkangku ketika bermunajat kepada Mu
Supaya engkau
melihat betapa butuhnya aku kepada Mu
Tuhan…. bila
hadirku ini melepas ridla Mu
Maka maafkan aku
Bila do’aku
meredam magfirah MU
Maka tetapkan aku
dalam sebutan indah MU ”
Aku terlelap dalam
tulisan syairku sendiri, aku hany bisa menghening sendiri dari mukenah yang
belum sempat terlepas, aku bersimpuh seakan aku menyurati tuhan tapi dalam
batin kecilku, aku berdo’a kepadanya memohon sedalam-dalamnya untuk kebaikan
papa dan keluargaku.
“ Assalamualaikum…mbak berangkat dulu
ya…?, tolong jaga papa baik-baik”
“ Waalaikum Salam hati-hati dijalan ya
mbak semoga cepat ketemu mama…? ” jawabku singkat dengan nasehat kecil disaat
kedua mataku masih lembab sebab tangisan doa’ku semalam,
“ Amin….” Jawab mbak farah singkat
Aku sedikt ada yang aneh
dengan hari ini, dadaku seakan berdegup kencang tanpa sebab yang pasti, keadaan
langit Nampak begitu mendung aku sepertinya mengibakan mbak farah, “ ya Alloh
kenapa aku selalu ingat mbak farah ya…?, selamatkan dia ya Alloh jangan sampai
terjadi apa-apa padanya ”, kondisiku mulai membaik aku coba buatkan teh hangat
untuk papaku, langkahku belum begitu jauh “ Allahu Akbar Allahu Akbar ” Suara
adzan sebagai indikasi panggilan masuk dari HP yang kusimpan dalam saku
kananku, ku jamah HP mungilku kemudian aku merasa terkulai, pucat pasi, dan
iringan air mataku Nampak jatuh perlahan menguasai pipiku.
“ Mama………!!!”jeritan itu membuat papa
mendengarnya, papa bingung sedangkan aku masih tersedu-sedu. “ Anisa apa yang
terjadi dengan mama…? “ Tanya papa panik, aku termenung menatap tajam kepada
papa, kemudian aku mendekat di saat aku masih terisak-isak
“ Papa yang sabar ya…? Sekarang mama
telah pergi untuk selama-lamanya ”, jawabku tegar
“ Maksud Anisa apa…? ”
“ Mama Kecelakaan di pabriknya disaat
mama sedang bekerja, mama terseret diesel hingga mama meninggal dunia, sekarang jenasahnya ada di Rumah sakit Bakti
Husada III. Jl. Raden Kusuma” Terang diriku, kemudian pecahlah kedua mataku
hingga air bening menyusup bibirku, mendengar hal itu papa hanya mampu mengigit
kedua bibirnya, kami berdua merasa sock dan tiada daya lagi.
Keadaan
mulai tenang tak lama kemudian aku sampai di rumah sakit tempat jenasah mama di
otopsi, terus terang saja aku sempat pingsan di saat hanya sebagian wajah mama
yang ku kenali, aku memang lupa dengan mbak farah kemudian aku menelponnya aku
sadar betapa socknya mbak farah waktu itu, hingga dia meminta untuk pulang
cepat dari tempat bekerjanya.
3
jam lebih mbak farah belum juga datang, sedangkan air mataku beum juga kering,
aku bingung dengan kondisi papa yang semakin buruk, hingga akhirnya papa harus
di opname sebab gangguan jantungnya kambuh, aku panik, hingga air mataku kering
dengan sendirinya, aku sempat tak mampu berfikir menatap tajam kelangit yang
masih mendung, namun HP ku bordering menghentikan pandanganku, aku angkat HP-ku
perlahan, namun suaraku semakin parau, mengecil hingga tak bersuara, aku
terjatuh dan sock sehingga aku bergetar hebat. “ mbak farah……!!!, jeritku
mengagetkan seisi ruangan rumah sakit pada waktu itu, ternyata mbak farah
kecelakaan hebat sebab sepeda yang dia kendarai tergelincir dan menabrak tiang
listrik. Mendengar berita ini papa sock hingga akhirnya tak mampu tertolong
lagi, sedangkan aku terus terjatuh bersandar kedinding, terpejam, dan tak mampu
melihat lagi hingga kisah ini berakhir…….!
By: Kang Aaf
“ Tinta Emas Madura ”
Serabi Barat Punya
0 Celoteh Mereka:
Posting Komentar